#review akting film indonesia
Explore tagged Tumblr posts
garasimobil · 17 days ago
Text
Review Film "KKN di Desa Penari": Kengerian Legenda yang Mencekam
Film "KKN di Desa Penari" adalah salah satu review movie yang sangat dinanti oleh para penikmat horor Indonesia sejak pengumuman produksinya. Film yang diadaptasi dari cerita viral yang pertama kali muncul di Twitter ini berhasil menarik perhatian publik karena kisahnya yang menyeramkan dan diklaim berdasarkan kejadian nyata. Disutradarai oleh Awi Suryadi, film ini menghadirkan pengalaman horor yang penuh misteri dan mencekam.
Sinopsis Singkat
Film ini bercerita tentang sekelompok mahasiswa yang melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di sebuah desa terpencil yang penuh misteri dan adat istiadat yang ketat. Para mahasiswa—Nur (Tissa Biani), Widya (Adinda Thomas), Ayu (Aghniny Haque), Wahyu (Fajar Nugraha), Anton (Calvin Jeremy), dan Bima (Achmad Megantara)—harus menghadapi serangkaian kejadian ganjil yang berhubungan dengan makhluk gaib yang dipercaya menjaga desa tersebut. Awalnya, mereka hanya menganggap ini sebagai pengalaman baru dalam kehidupan mahasiswa, tetapi suasana berubah menjadi mimpi buruk ketika peraturan adat mulai dilanggar.
Atmosfer dan Kengerian yang Berhasil Tercipta
Salah satu kekuatan utama film "KKN di Desa Penari" adalah atmosfer horor yang kuat. Dari awal hingga akhir, film ini berhasil menghadirkan suasana mencekam melalui sinematografi yang gelap dan efek suara yang intens. Awi Suryadi tahu benar bagaimana menciptakan ketegangan dan membuat penonton merasa tidak nyaman. Lokasi desa yang terpencil, hutan yang gelap, dan suasana yang penuh misteri membuat setiap adegan terasa mengancam.
Film ini juga menggunakan mitologi dan kepercayaan lokal yang kuat, menambah nuansa horor yang lebih otentik. Tidak seperti film horor lainnya yang mungkin mengandalkan jump scare, "KKN di Desa Penari" lebih banyak menggunakan atmosfer yang perlahan-lahan membangun rasa takut.
Akting dan Pengembangan Karakter
Para aktor dalam film ini menunjukkan akting yang cukup solid. Tissa Biani sebagai Nur berhasil membawa karakter protagonis yang penuh ketegangan dan emosi. Karakter Nur digambarkan sebagai orang yang memiliki intuisi dan kepekaan terhadap hal-hal gaib di sekitarnya. Adinda Thomas yang memerankan Widya juga tampil meyakinkan sebagai karakter yang rentan dan terjebak dalam situasi horor.
Namun, ada beberapa kekurangan dalam pengembangan karakter lainnya. Beberapa tokoh pendukung seperti Bima dan Ayu memiliki alur cerita yang menarik, tetapi kurang dikembangkan secara mendalam. Hal ini membuat penonton merasa kurang terhubung dengan beberapa konflik yang mereka alami.
Alur Cerita dan Pacing
Cerita "KKN di Desa Penari" berjalan dengan ritme yang cukup stabil, meskipun ada beberapa bagian yang terasa lambat. Namun, momen-momen menegangkan dan pengungkapan misteri yang dilakukan secara bertahap berhasil menjaga rasa penasaran penonton. Plot film ini mengikuti jalur cerita yang cukup setia pada versi aslinya di media sosial, tetapi dengan tambahan elemen dramatis untuk memperkuat narasi film.
Keunikan Budaya dan Adat Istiadat
Salah satu nilai tambah dari film ini adalah penyajian budaya dan adat istiadat yang diperlihatkan dengan baik. Kepercayaan tentang roh penjaga desa dan larangan adat yang tidak boleh dilanggar memberikan sentuhan khas yang berbeda dari film horor lainnya. Hal ini memberikan pesan moral yang dalam, yakni pentingnya menghormati tradisi dan aturan yang berlaku di suatu tempat.
Kesan dan Kesimpulan
Secara keseluruhan, "KKN di Desa Penari" adalah film horor yang berhasil menyampaikan kengerian dan misteri dengan cara yang cukup efektif. Meski ada beberapa kelemahan dalam pengembangan karakter, atmosfer mencekam, cerita yang menarik, dan penggambaran budaya membuat film ini layak ditonton. Bagi pecinta horor, film ini memberikan pengalaman yang berbeda, terutama karena latar cerita yang berbasis pada kisah nyata.
1 note · View note
evikdpriagung · 7 months ago
Text
Siksa Kubur (XXI Blok M Square)
20240512 #1 15.19 WIB143/366 Days 12,443 Sumpah ini film ngeri2 sedeeep. Bingung sih iya. Tapi dari segi cerita keren. Salut bangut dengan @faradinamufti top 10 Puteri Indonesia 2011. Akting y dia keren booooo. Terus pas dia d samping mayat. Brrrrrr. G nakutin tapi sepenasaran itu gueeeeh.Story: 9Acting: 9.5Plot: 9Music: 8Visual: 8.5Moral Values: 8.5AVERAGE: 8.75/10Source: Google #Review…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
naufal-portofolio · 10 months ago
Text
[Movie Review] The Hunger Games: Catching Fire
Dec 3, 2013
Mungkin, ini ulasan yang agak telat karena filmnya sendiri udah rilis di Indonesia sejak  21 November lalu. Gue pun udah dua kali ke bioskop untuk nonton The Hunger Games: Catching Fire ini. Tapi, seperti kata pepatah, "lebih baik telat daripada tidak sama sekali" (eh, ini termasuk pepatah nggak, sih? :D). Well, nggak ada ruginya juga, toh, me-review film bagus. Sayang aja kalau nggak dibahas.
Film ini adalah sekuel kedua dari The Hunger Games (2012). Masih berkisah tentang Katniss Everdeen (Jennifer Lawrence) dan perjuangannya melawan pemerintah otoriter Panem. Setelah memenangkan Hunger Games ke-74 bersama rekan satu distriknya, Peeta Mellark (Josh Hutcherson), Katniss kembali ke Distrik 12 dan berusaha melupakan turnamen mematikan itu. Namun, kemenangan mereka berdua dianggap sebagai tindakan menentang pemerintah atau Capitol (ibukota negara Panem). Selain itu, kemenangan mereka juga dipandang sebagai penyebab munculnya pemberontakan di berbagai distrik. Oleh sebab itu, Presiden Snow, pemimpin Panem yang kejam, memerintahkan Katniss untuk meredam ketegangan di semua distrik ketika Tur Kemenangan. Tapi, sekeras apa pun usaha Katniss, gerakan pemberontakan terus saja bermunculan.
Tak hanya sampai situ, gadis itu pun harus menerima kenyataan bahwa ia harus mengikuti lagi Hunger Games ke-75 atau Quarter Quell ke-3. Katniss tau ini semua adalah rencana Presiden Snow untuk membunuhnya secara pelan-pelan. Di satu sisi, Katniss dianggap sebagai Mockingjay atau simbol bagi rakyat tertindas di berbagai distrik untuk melawan ketidakadilan Presiden Snow. Di sisi lain, Katniss dipuja oleh penduduk Capitol yang haus darah dan menggemari tayangan reality show seperti Hunger Games.  Namun, Katniss memutuskan untuk tidak menyerah dan berjuang lagi dalam Hunger Games kali ini. Sekarang, ia akan melawan Capitol dengan satu tujuan, yaitu menyelamatkan laki-laki yang mencintainya, Peeta Mellark, agar tetap hidup.
Well, setelah menonton film yang diangkat dari novel Catching Fire karya Suzanne Collins ini, gue menyimpulkan bahwa film ini bisa dideskripsikan dengan tiga kata: Intens, Emosional, dan Dramatis. Intens untuk scene-scene saat Tur Kemenangan dan di Arena ketika turnamen Hunger Games berlangsung. Emosional untuk semua scene yang menyinggung masalah kematian dan momen heroik. Dan, Dramatis untuk seluruh scene complicated-nya relationship Katniss dan dua cowok yang mencintai gadis itu, Peeta dan Gale (Liam Hemsworth), serta intrik politik dan isu sosial juga. Ya, film ini memang kompleks, namun di-direct dengan ciamik oleh sang sutradara, Francis Lawrence. Filmnya lebih setia dengan novelnya ketimbang film pertama. Dan, selama menonton, kita akan dipaksa fokus mengkuti cerita karena alurnya cepat, namun membuat penasaran.
Gue udah dua kali baca novelnya dan harus mengakui kalau versi filmnya kali ini juga sama bagusnya. Akting Jennifer Lawrence sebagai Katniss membuat film ini makin hidup. Sosok Katniss yang pemberani tapi rapuh, berhasil dibawakan dengan baik olehnya. Perasaan kita akan dibuat haru, sekaligus mengagumi sosok gadis yang mahir memanah tersebut. Kehadiran tokoh-tokoh baru seperti Finnick (Sam Claflin), Johanna (Jena Malone), dan para peserta dari distrik lain menambah ketegangan. Namun, kita bakal tercengang menyaksikan ending-nya. Ya, hati-hati dengan ending-nya.
So, kalian memang nggak boleh melewatkan film ini. Lumayan, lho, untuk menutup tahun dengan film sekeran ini. Dijamin, kalian pasti suka. Hehehe. FYI, buat kalian yang di Serang dan sekitarnya, film ini masih diputar di 21 Cilegon, lho. Silakan ditonton dan salam tiga jari! :))
0 notes
ambiljarak · 10 months ago
Text
Nic & Mar - Review Yang Tercerahkan
Saya nge-fans sama Nicholas Saputra. Begitu juga dengan teman saya Novia. Kami biasa saling bertukar postingan media sosial yang ada Nicholas Saputra-nya, dan saling ber-halu ria tentang Nicholas Saputra. Memanggil Nicholas Saputra dengan sebutan pacar atau suami seperti sudah biasa saja. Habis bagaimana lagi, sejak kemunculannya di film Ada Apa Dengan Cinta, tatapan tajamnya seperti menyayat-nyayat hati para perempuan (serta mungkin saja para lelaki), dan kata-kata singkat tapi pedas yang keluar dari bibir tipisnya seakan selalu saja penuh makna dan bikin meleleh sehingga spontan kami yang menonton akan bergumam “Aaaawww”, setiap kali mas itu “bersabda”.
Film Nicholas Saputra sebagian besar sudah saya tonton. Bukan cuma karena gantengnya ya, tapi karena cool dan tatapan matanya. Eh itu sih sama aja ya? Maksud saya, selain karena hal-hal fisik itu, aktingnya juga keren Mas Nicholas ini. Terutama di film Aruna dan Lidahnya. Santai banget dan seperti keluar dari karakter Rangga di film AADC yang membesarkan namanya. Saya juga sudah nonton film-film pendeknya yang ditayangkan di Youtube yang disponsori baik oleh salah satu merk ponsel maupun aplikasi chat. Salah satu yang saya paling suka, adalah yang berjudul Nic & Mar. Tak terhitung sudah berapa kali itu film pendek saya tonton. Nggak ada bosen-bosennya. Setiap kali sedang rindu pada Amsterdam, saya selalu putar itu film pendek. Meskipun latarnya di Paris dan Praha, tapi suasananya nggak jauh beda lah, lumayan mengobati rindu. Yang saya suka juga karena di film pendek itu Nicholas beradu akting dengan Mariana Renata – mantan pacarnya. Saking alaminya itu akting, saya sampai mengira itu nggak pakai naskah lho. Mereka seperti sedang menjadi diri sendiri saja. Kayak ngobrol biasa di antara dua teman lama yang sudah ratusan purnama nggak ketemu. Kalimat-kalimat yang diucapkan juga sangat puitis dan bermakna. Ekspresinya pas betul. Kerlingan matanya, senyum malu-malunya. Hal-hal itu yang membuat saya nggak bosan-bosannya memutar ulang film pendek tersebut. Termasuk ketika saya dan Novia staycation bareng, menonton Nic & Mar tentu saja ada dalam agenda kami.
Setelah berjalan kaki makan bakso di dekat hotel, kami lalu kembali ke kamar dan membersihkan diri. Novia kemudian mengecek TV apakah bisa mengakses Youtube dari situ, yang ternyata tidak bisa. Saya lalu mengeluarkan laptop, membuka Youtube, lalu mencari Nic & Mar. Reaksi kami ketika melihat wajah Nic terpampang di layar adalah seperti biasa, mengeluarkan suara-suara “aaaaaaaaa”, “waaaaaaa”, disusul dengan komentar “ganteng bangeeeettt”, atau “gantenge ra uwis-uwis”, atau “yaampun tatapan matanya setajam silet”. Yaaah, komentar-komentar “biasa” yang kita temukan ketika Nicholas Saputra memperbaharui halaman Instagramnya dengan foto-foto yang bahkan nggak ada rupa dirinya.
Sampai di situ masih aman.
Kami lalu melanjutkan menonton. Mungkin karena sudah sering menonton, komentar-komentar kami jadi naik level. Kami mengomentari soal kenapa dulu Nicholas Saputra dan Mariana Renata putus. Gosipnya sih (gossip ya, karena kami nggak tahu kebenarannya dan untuk tahu kebenarannya harus tanya langsung ke Nicholas Saputra dan kami nggak punya akses ke situ, daaaan kayaknya nggak kuat juga kalau harus berhadapan dan ngobrol langsung dengan yang bersangkutan itu, bisa klepek-klepek nggak konsen) karena Mariana Renata ingin mengejar cita-cita sampai ke negeri Cina – eh salah, itu kan peribahasa ya – sampai ke Amerika dan Eropa maksudnya, untuk sekolah lagi dan jadi model internasional. Sedangkan Nicholas Saputra mau stay aja dan berkarir di Indonesia. Mereka nggak bisa mencapai kata sepakat untuk LDR-an, jadi putus deh. Tapi sekali lagi ini kan cuma gosiiiip yaaa, yang makin digosok makin sip, heuheu. Lalu kami utak-atik gathuk antara alasan mereka putus itu dengan alur cerita miniseri Nic & Mar ini. Kesimpulan akhir kami, Nic itu toksik bangeeeeet sodari-sodari. Sekian lama nonton Nic & Mar, bertahun-tahun, selalu terkagum dengan sosoknya dan jalan ceritanya dan latarnya, kenapa kami baru ngeh sekarang siiih. Lalu kekaguman tadi itu jadi terasa sia-sia dan percuma. Kami agak-agak patah hati.
Kok bisa sih Nic itu toksik? Begini obrolan sotoy kami.
Nic itu sadar kalau walaupun hubungannya dengan Mar sudah selesai, dia masih punya rasa ke Mar. Entah beneran rasa cinta, penasaran, sekedar testing the water aja, atau cuma kangen ketemu dan ngobrol-ngobrol sama Mar. Dia juga tahu Mar seperti masih menyimpan sesuatu di hatinya untuk dia. Secara mereka pisahnya baik-baik kan, bukan karena ada orang ketiga atau apa gitu (sekali lagi, ini sotoy karena based on gossip). Jadi yah, kayanya bisa deh ini dijajaki lagi, mungkin begitu pikir Nic saat mengajak Mar ketemuan saat dia sedang liburan di Paris.
Mar seperti biasa. Cantik, ramah, super baik, dan sangat perhatian. Dia ngajak Nic jajan roti, meminjamkan sarung tangannya ke Nic sehingga dia sendiri nggak pakai meskipun sedang musim dingin (sudah biasa, katanya), ngobrol-ngobrol, dan naik ferris wheel. Pas lagi makan roti, obrolannya jadi rada berat, sedikit banyak membuat keduanya merenung akan masa lalu: rela berpisah demi meraih mimpi masing-masing yang sekarang sudah terwujud (tapi pas terwujud kok juga nggak persis-persis banget seperti yang dibayangkan). Pas di ferris wheel, Mar kedinginan, gosok-gosok tangan. Nic lalu merangkul Mar, ethok-ethok e biar hangat. Di sini kami berkomentar: “Iyuuuuuh, modus bangeeet”. Mar yang sepertinya masih punya rasa, merasa gamang. Mau ditolak nggak enak, kan mereka “teman” lama. Akhirnya ya cuma senyum-senyum aja dirangkul begitu sambil memandang keluar jendela. Lalu pas minum kopi dan Mar lagi cerita tentang masa kecilnya dia, kok bisa-bisanya Nic menimpali “Kalau kata Warhol, people should fall in love with their eye closed”.
Di sini saya dan Novia kompak berseru “Moduuuuuus!”.
Pantas saja Mar lantas bertanya maksudnya apa, yang dijawab Nic dengan nggak ada maksud apa-apa. Tapi di situ jebakan betmen sudah disebar. Mar yang masih gamang, tambah gamang lagi digodain begitu.
Lalu hari berikutnya, saat Nic tersadar kalau sarung tangan Mar tertinggal, alih-alih kirim pesan bilang kalau mau mengembalikan sarung tangan, dia malah kirim pesan bilang “Temenin dong”. Laaaah, jelas aja Mar jadi galau. Meskipun balasannya ceria, tapi di film itu digambarkan Mar sedang berpikir keras setelah menerima pesan itu. Bersandar di tembok, menerawang, lalu ada orang lewat sambil lalu menggumam: kadang-kadang, laki-laki tidak sadar betapa istimewa perempuan yang ada di hadapannya. Nah lho! Nic sukses menciptakan badai di hatinya. Badai itu semakin hebat ketika Nic mengajaknya ke Praha.
“Cheers to our last night” Mar
“Well, does it really have to be our last night?” Nic
“Maksudnya?” Mar
“Ikut ke Praha yuk, kita buktikan mana yang lebih romantis, Paris atau Praha?” Nic
“Ya nggak lah” Mar
“Kenapa? Kita kan udah lama banget gak jalan-jalan bareng.” Nic
Sampai di sini, saya dan Novia sudah bersorak-sorak. Woooy, modus banget woooy Nic ya ampuuuun. Kalau Mar sudah bilang nggak, ya sudahlah ya. Jangan dipaksa, jangan dirayu-rayu. Apalagi setelah Nic pamit dari apartemen Mar, dia masih berusaha membujuk dengan mengirimkan pesan. Yakin deh saya tahu apa yang berkecamuk di hati Mar. Ia masih ingin mencoba. Ia masih kepingin menjadi ‘kita’ dan bukannya ‘aku’ dan ‘kamu’. Nic mungkin tahu itu, ah bukan, Nic PASTI tahu itu. Mungkin dia juga punya keinginan yang sama, mungkin juga enggak. Ya cuma testing the water seperti yang sudah disinggung di atas tadi. Kalau berhasil, syukur, kalau enggak ya sudah.
Tapi Mar sudah terlanjur punya harapan. Dia melihat secercah sinar yang menyeruak dari kegelapan. Mungkin ‘aku’ dan ‘kamu’ itu bisa menjadi ‘kita’ lagi. Mungkin kali ini akhirnya mereka punya sesuatu untuk diperjuangkan bersama. Mar berpikir, mungkin Nic juga merasakan hal yang sama kuatnya. Mungkin Nic juga ingin kembali. Nyatanya, sejak kemarin Nic selalu berusaha supaya pertemuan mereka berlanjut. Setelah menimbang-nimbang, Mar akhirnya mengiyakan dengan membawa harapan. Dan ketika di Praha harapan itu perlahan pudar, Mar tersadar kalau tidak akan pernah lagi ada ‘kita’, Nic cuma sedang rindu masa-masa mereka bersama. Masalah yang mereka hadapi masih sama seperti dulu.
Bagian paling menyebalkan, setelah menebar harapan dengan semua flirting dan modus itu - termasuk menyewa satu kamar dengan double bed alih-alih mencari yang lain -  Nic lalu bilang:
“Hubungan dua orang itu nggak gampang ya. Meskipun udah cocok, udah saling kenal, tapi kayanya itu aja gak cukup” Nic
“Jadi kurang apa?” Mar
“Ya, maksudnya nyaman aja gak cukup. They need to share the same things, they need to want the same things” Nic (Di sini kami berkomentar, ya kan memang sudah sejak lama mereka tidak menginginkan hal yang sama. Yang satu mau melanglang buana, yang satu mau stay aja di Indonesia).
“Trus kamu maunya apa?” Mar
“…….” Nic diam, lalu ada latar narasi: aku cuma ingin semuanya jadi lebih sederhana aja.
Sederhana my ass, Nic. Pikiranmu aja yang bikin rumit, iya gak sih? Ditanyain maunya apa, jawabannya malah abstrak banget. Padahal pertanyaannya Mar sudah konkrit banget itu. Pertama Mar tanya kurang apa, jawabannya sok-sok filosofis. Lalu kedua Mar tanya lagi, maunya Nic apa, tapi jawabannya diam, malah dijawab dalam hati: maunya lebih sederhana. Kampret deh.
Nic juga sudah tahu kan dia masih di Indonesia sedangkan Mar juga masih berkarir sebagai seorang model internasional. Posisi mereka masih sama. Kenapa juga mesti tebar-tebar pesona lagi, flirting-flirting lagi, pake alasan minta ditemenin, ngajakin ke Praha sekamar berdua, pake modus taruhan lebih romantis mana antara Paris dan Praha. Memanfaatkan perasaan Mar yang dia tahu pasti masih menyimpan harapan. Modus banget banget. Inilah yang kami sebut Nic itu sebetulnya toksik, ahahaha.
Kembali ke premis awal, menurut kami jelas kalau Nic sebetulnya sadar kalau hubungannya dengan Mar sudah selesai dan nggak mungkin lagi kembali bersama. Itu bukan cinta. Itu penasaran, itu testing the water. Nic bermain-main dengan keberuntungan – dan dengan hati dan harapan yang dimiliki Mar. Itu jahat. Jadi sebetulnya benar kata Cinta, yang Rangga lakukan ke Cinta itu jahat. Seperti juga yang dia lakukan ke Mar. Kalau Cinta kebetulan bertemu Mar, jadi teman, dan bercerita tentang kehidupan cinta masing-masing, mereka pasti akan curhat tentang Nic dan Rangga. Betapa Nic dan Rangga itu hobi melakukan permainan mental kepada pasangannya, ahli manipulasi, pengecut, dan nggak berani menghadapi kenyataan. Hih.
Jadi begitulah. Malam staycation yang dicita-citakan, leyeh-leyeh sambil menonton wajah ganteng Nicholas Saputra dan pujian yang biasanya dilontarkan, berganti dengan misuh-misuh dan analisis sotoy ala-ala kami. Analisis sotoy yang kalau dipikir dan ditonton lagi ada benarnya juga sih. Jelas yang dirugikan adalah Mar soalnya. Nic memanfaatkan kerapuhan itu untuk dirinya sendiri. Untuk mengetes dirinya sendiri. Nic terlalu pengecut untuk menghadapi kenyataan yang sebenar-benarnya.
So girls, kalau pacarmu ganteng seperti Nic atau Rangga, jangan terlena dulu. Dilihat dulu dia toksik atau enggak. Berani menghadapi kenyataan enggak. Jangan sampai suatu saat nanti harapanmu sudah melambung terlalu tinggi, tiba-tiba dihempaskan oleh sunyi yang menyergap saat kamu bertanya apa maunya dia dan dijawab dalam diam. Kalau sudah begitu, lari! Lari yang jauh dan ciptakan kebahagiaanmu sendiri.
0 notes
post-ina-3 · 1 year ago
Text
Review Obor Terus Nyalakan Perpaduan Menarik Antara Fiksi dan Realitas
Pada era modern ini, industri film Indonesia semakin berkembang dengan adanya berbagai jenis film yang menarik dan beragam. Salah satu film yang menarik perhatian adalah "Obor Terus Nyalakan". Film ini menjadi sorotan karena berhasil menggabungkan unsur fiksi dan realitas dengan cara yang menarik. Dalam artikel ini, kita akan membahas secara rinci tentang film ini dan mengungkap alasan mengapa film ini layak mendapat perhatian yang lebih.
Pertamatama, mari kita bahas tentang plot dan premis dari "Obor Terus Nyalakan". Film ini mengisahkan tentang perjuangan sekelompok pemuda dalam mempertahankan cinta mereka terhadap atletik. Cerita ini diinspirasi dari kisah nyata atletatlet muda Indonesia yang berjuang untuk meraih prestasi di dunia olahraga. Dengan mengambil latar belakang yang realistis, film ini berhasil membangun keterikatan emosional dengan penonton. Selain itu, film ini juga berhasil memadukan unsur fiksi dengan cerita yang mengalir dengan baik. Karakter utama dalam film ini memiliki kemampuan super yang membuat mereka berbeda dari yang lain. Namun, kemampuan ini tidak digambarkan secara berlebihan, tetapi justru digunakan secara bijak untuk membantu mereka dalam mencapai impian mereka. Hal ini membuat penonton terhubung dengan cerita dan karakterkarakternya. Selama menonton film ini, penonton akan disuguhkan dengan adeganadegan yang mendebarkan dan penuh aksi. Setiap aksi dan perjuangan yang dilakukan oleh karakterkarakter dalam film ini dirancang dengan sangat rapi dan menarik. Efek khusus dalam film ini juga sangat memukau dan berhasil menambah kesan yang lebih mendalam pada cerita. Penonton akan merasa terlibat dan terbawa oleh alur cerita yang dramatis dan menegangkan. Selain itu, film ini juga menghadirkan pesan moral yang kuat. "Obor Terus Nyalakan" mengajarkan kepada penonton tentang pentingnya semangat dan keberanian dalam menghadapi tantangan. Film ini menggambarkan betapa pentingnya mempertahankan citacita dan tidak pernah menyerah meskipun menghadapi rintangan yang besar. Pesanpesan seperti ini membuat film ini tidak hanya menjadi hiburan semata, tetapi juga memberikan inspirasi kepada penonton. Dalam hal akting, para pemain dalam film ini memberikan penampilan yang luar biasa. Mereka berhasil menjiwai karakterkarakter yang mereka perankan dan membuat penonton benarbenar terhubung dengan emosi yang mereka sampaikan. Kualitas akting yang tinggi ini menjadikan film ini semakin hidup dan memikat. Secara keseluruhan, "Obor Terus Nyalakan" adalah film yang menggabungkan unsur fiksi dan realitas dengan sangat baik. Plot yang menarik, aksi yang seru, dan pesan moral yang kuat membuat film ini layak mendapat perhatian yang lebih. Film ini tidak hanya menghibur, tetapi juga memberikan inspirasi kepada penonton. Dengan semua elemen yang terdapat dalam film ini, tidaklah mengherankan jika film ini mendapatkan sambutan yang positif dari penonton dan kritikus. Dalam ulasan ini, kami merekomendasikan "Obor Terus Nyalakan" kepada semua penonton yang mencari film yang menyenangkan dengan cerita yang kuat dan menginspirasi. Film ini tidak hanya akan menghibur, tetapi juga akan membuat Anda terhubung dengan emosi dan semangat yang ada dalam ceritanya. Jadi, siapkan popcorn Anda dan nikmati pengalaman menonton yang luar biasa dengan "Obor Terus Nyalakan".
Cek Selengkapnya: Review "Obor Terus Nyalakan": Perpaduan Menarik Antara Fiksi dan Realitas
0 notes
akuaktor · 4 years ago
Text
Layla Majnun; Satu Capaian yang Mengubah Hampir Segalanya
Apa itu?
Setelah sekian lama kami tak pernah menulis Acting Review film Indonesia, akhirnya kami kembali menemukan satu film Indonesia yang kami rasa bisa kami buatkan sebuah Acting Review. Kami menangkap sebuah nilai yang menarik dari permainan para aktor di film ini. Nggak para aktor juga sih, mungkin salah satu atau salah dua aktor di film ini. Film yang kami bikin Acting Review kali ini adalah Layla…
Tumblr media
View On WordPress
2 notes · View notes
khalghadih · 3 years ago
Text
Movie of the Month
[ Disclaimer: this post will written in Bahasa Indonesia ]
Tumblr media
Pride & Prejudice (2005)
Ini bukan review kok.
Lebih kepada penulisan opini dari apa yang udah gw dapatkan setelah menikmati ini.
Ini jelas bukan film baru, dan dari tahun-tahun rilisnya dulu, gw juga sudah sempat beberapa kali nonton filmnya. Gw berhutang baca novelnya Jane Austen dari lamaaa banget setelah pertama kali nonton film ini, sampai sekarang belum kesampaian beli novelnya :"(
Setting, Latar belakang, Musik, Kostum, dan aesthetic dari film Pride & Prejudice sangat cocok dengan selera kewanitaan gw, meski kalau kata gw plotnya gak semegah itu, tapi lumayan menikmati pemandangan english garden dan keindahan setting periode Georgian. Maka ini termasuk Comfort Films yang bisa gw tonton berulang-ulang, termasuk disaat down.
Jujur aja gw ga terlalu suka2 banget akting Kiera jadi Elizabeth Bennet (Lizzy), gatau kenapa, mimiknya biasa banget, gw rada kurang nangkep sikap asli Lizzy yang kalo dari dugaan gw (yang belum baca novelnya) kayaknya sikapnya jauh lebih keras kepala dan pemberontak. Dan gw rada gak paham kenapa Lizzy tiba2 bisa "jatuh cinta" ke Mr.Darcy (Matthew Macfadyen) hanya karena tahu aja Mr.Darcy aslinya gimana..
Justru yang nge-build chemistry romance adalah dari Mr.Darcy. Perubahan ekspesinya menarik banget, dari awalnya kita ngira dia orang yang kaku dan angkuh dan ternyata itu buat menutupi kebucinan aja.
Apa yang gw dapatkan dari karya Jane Austen ini adalah----berkaitan dengan omongan bokap gw mengenai Jodoh. Yang lucunya gw dengar semalem, dan siangnya dikasih contoh melalui ni film.
Jodoh itu adalah orang yang ditakdirkan untuk terus-menerus dipertemukan kembali dengan kita, bahkan tanpa kita usahakan. Berkali-kali kita mengelak atau mengalihkan diri darinya, ketika Tuhan menakdirkan dialah orangnya, pasti akan ketemu lagi.
Clichè banget, tapi ya ini contohnya bagi Elizabeth Bennet dan Mr.Darcy. Dari awal kita udah dibuat nganggap Mr.Darcy itu cowok jahat dingin angkuh apalagi soal status sosial, sampai Lizzy benci banget dan gamau liat dan ketemu lagi. Anehnya, kok malah ketemu terus, ternyata dia keponakan nyonya sepupunya lah, gak sengaja lewat daerah estatenya lah, sampai pelan-pelan Lizzy tahu sisi kelembutan dan sikap asli Mr.Darcy yang ternyata justru mirip banget sama Lizzy.
Sebel ya.
Sejak abad 17 bahkan serial romance sengaja dibikin mengawang-ngawang buat hati cewek2 baperan (kek aQ) kalo dibanding real life mah kayaknya kocak aja, mana ada yang semewah itu. Tapi gw suka kok, kayak sedikit menyemangati gw untuk gak putus asa sama mitos-mitos rasa Cinta dan Jodoh.
Btw, scene favorit gw adalah ketika Mr.Darcy memegang tangan Lizzy saat Lizzy naik kereta kuda. Hanya scene pegangan tangan, dan tension nya bahkan jauh lebih eksplisit dari adegan seksual manapun. 🥵
Tumblr media
1 note · View note
hellosarabrinasarab · 4 years ago
Text
review film
kemarin gua baru aja menemukan film bagus yang cukup menggugah inspirasi di tengah pengerjaan tugas akhir yang ngga ada akhirnya.
film pertama judulnya Mosul
https://www.youtube.com/watch?v=Z9bw8MGkB-A
Tumblr media
diangkat dari kisah nyata, dan nyeritain seputar peperangan dan ISIS. pertama kali baca judul nya, gua tertarik karena dulu sempet nonton juga film yang nyeritain seputar peperangan di negara timur tengah dan gua tergugah dengan jalan ceritanya, walaupun waktu itu filmnya kerjasama dengan hollywood gitu, jadi ada karakter orang baratnya. nah film yang ini bener bener murni karakternya lokal semua. sebenernya sempet khawatir bakal ada adegan pembunuhan sadis yang visual nya diliatin banget ke penonton. tapi ternyata adegan adegan gorok leher nya ngga diliatin kok, kameranya langsung beralih ke yang lain gitu.
gua punya feeling, kalo film ini bakal bagus, epic dan punya pesan yang deep, dan maybe ada religius nya juga. dan bener aja, abis gua nonton keseluruhan filmnya, sangat berkesan. sebenernya dari awal sampe akhir film adegannya ngga jauh jauh dari tembak tembakan, perkelahian fisik, bunuh-bunuhan, dan kematian sih. karena ceritanya juga seputar satu pasukan yang dinamakan SWAT yang nggak berhenti melakukan misi, walau pasukan lain uda pada menyerah, karena serangan ISIS bener bener uda memporak porandakan kota.
adegan paling berkesan adalah adegan sholat ashar. entah itu ashar apa bukan. jadi saat itu pasukan SWAT lagi di atap gedung, lagi menyusun rencana penyergapan sambil meneropong markas musuh dari jauh. di saat yang sama adzan berkumandang. ada adzan berkumandang aja udah suatu hal yang buat gua waw banget, karena di sekitar lokasi kedengerannya adzan itu, ada tank, ada pengungsi, ada tentara, bahkan sebelumnya banget abis ada tembak-tembakan. suasana yang sangat sangat tidak tenang dibandingkan dengan adzan yang gua denger di indonesia. setelah mendengar adzan, pemimpin pasukan langsung ngasih instruksi ke pasukannya. bukan buat sholat, tapi instruksi mereka harus stand by di mana atau nyiapin apa. akhirnya beberapa orang yang tugas nya krusial, mulai berjalan ke posisi dan nyiap nyiapin senjata mereka. tapi tentara yang lain langsung tayamum, dan sholat di tempat mereka berdiri.
sholatnya khusu’ banget, bahkan ngga keganggu sama suara drone, sama suara perdebatan pemimpin sama salah satu pasukannya juga. bahkan waktu ada ledakan, salah satu dari yang uda selesai sholat itu, ngga sempet berlindung di tempat yang proposional, dan cuma sempet tiarap di tempat, karena dia lagi do’a.
dan.. yang paling epic sebenernya akhir filmnya. nggak kayak film film peperangan lainnya, yang punya misi untuk ngambil wilayah musuh, atau mengambil harta dan lain sebagainya, tujuan dari misi ini pyur kemanusiaan. hanya menyelematkan anggota keluarga yang masih hidup di lokasi pusat daerah daerah yang sudah dikuasai ISIS. jadi mereka berjuang, mengorbankan nyawa dan sebagainya, hanya untuk mendapatkan pertemuan kembali dengan keluarga, dan bukan keluarga keseluruhan pasukan, melainkan salah seorang dari pasukannya.
dan ternyata itu adalah tujuan besar dari pemimpin pasukan tersebut, yaitu agar pemuda pemuda yang masih gagah, memiliki keluarga dan keturunan, dengan begitu akan lebih cepat membangun negeri. sebenernya sama dengan caranya ISIS mungkin ya, menyengajakan untuk menikahkan pasukannya, agar punya keturunan, agar bisa lebih cepat membangun pasukan yang lebih besar. hanya saja, pasukan SWAT melakukannya dengan lebih beradab, tanpa ada paksaan, dan mereka tidak membunuh yang tidak bersalah dan lemah. 
oke, lanjut film kedua aja deh.
film kedua judulnya The Cuban. pertama kali tertarik karena di posternya ada simbol-simbol penghargaan. jadi pasti filmnya bakal bagus dong, secara, uda diakui sampe dapet penghargaan.
https://www.youtube.com/watch?v=Ds6KEXFCM80
Tumblr media
film ini punya warna yang cenderung gelap. jadi waktu awal nonton, takutnya gua ngga suka, karena film film yang gua tau, yang warna nya gelap gini, biasanya gua ngga suka sama jalan cerita nya. tapi makin lama nonton, ceritanya ternyata makin menarik. bercerita tentang mina, yang bekerja di panti wreda dan harus mengurusi luis. luis gracia, adalah pria Cuba yang di vonis demensia serta alzheimer tingkat awal. keseluruhan film nyeritain tentang usaha mina buat menghidupkan kembali semangat hidup luis, dari yang tadinya hanya duduk diam dan memiliki gangguan emosi.
keseharian luis berubah sejak mina mulai menyetel musik musik cuba di depan luis, dan masakin makanan cuba sampe luis yang tadinya ngga mau makan, jadi bersemangat makan. tapi setelah musik dimatikan, makanan diambil, dan mina pulang, luis kembali menjadi lansia demensia yang hanya bisa duduk diam di kursi rodanya dan terlihat tidak punya semangat hidup. usaha mina tidak selalu mulus. ia ditentang oleh kepala perawat di panti wreda tersebut. kepala perawat kekeuh nyuruh mina untuk tetap mengikuti prosedur perawatan yang ada di panti wreda, mengatakan bahwa prosedur tersebut ada karena suatu alasan.
tapi mina ngga menyerah hanya dengan sekali gertakan. dia tetap membawa musik-musik cuba ke hadapan luis, dan menyelundupkan makanan cuba yang dia masak sendiri karena koki panti hanya menyajikan makanan sesuai dengan gizi yang dibutuhkan penghuni panti. bersama mina, luis mulai bisa berbicara, bercakap cakap, bahkan bercerita tentang cinta sejatinya, elena. kenangan luis akan elena dikisahkan sangat indah, sehingga saat luis tidak bisa menikahi elena, kenangan itu menjadi sangat menyakitkan. kenangan menyakitkan itu juga yang terkadang membuat luis menjadi emosi tidak terkendali.
yang gua suka dari film ini adalah akting pemeran luis, yang sangat bisa meranin kakek-kakek demensia tapi berubah jadi lively tiap dia ingat sama kenangannya waktu jadi gitaris terkenal di Kuba. gua juga suka sama keseluruhan alur ceritanya dan ngga terlalu kecewa sama endingnya. karena dulu perna nonton variety show korea berjudul traveler, yang ngisahin perjalan backpacker ryu jun yeol dan lee je hoon di Kuba, gua juga suka sama adegan terakhir yang ngeliatin mina dan pacarnya ke Kuba dan ketemu sama Elena. gua juga suka sama adegan di mana luis dan dua teman band nya naik mobil khas kuba di sepanjang pantai, apadah tuh, yang di kuba? pokoknya itu. pantai nya indah banget.
yah, begitulah alkisah dari dua film menginspirasi yang gua tonton kemaren. sebenernya uda mau nulis ini dari kemaren, dan ingin menulis dengan bahasa yang jauh lebih rapi dan lebih menyenangkan daripada ini. namun ternyata baru bisa nulis sekarang dan dengar bahasa yang ngalir aja.
at least, akhirnya kesampaian juga untuk nulis
selamat menonton.
1 note · View note
miftahulfikri · 5 years ago
Text
Gundala (Sebuah Review)
Gimana, udah pada nonton kan filmnya? Semoga sudah ya. Sebisa mungkin sih saya tidak akan terlalu memberi spoiler jalan ceritanya, toh narasinya udah banyak bisa dibaca di banyak website. Rasanya jadi harus menonton kalau sudah kadung penasaran tuh ya, yowis mari kita mulai.
Kesan
Kesan pertama saya ketika menonton awalan film itu rasanya langsung akrab ke dark ambience yang dibangun oleh latar belakang dan plot ceritanya. Kalau kita sudah akrab dengan Marvel Cinematic Universe/DC Universe, menurut saya karakter Gundala ini lebih condong bau-baunya ke DC Universe yang nuansanya yang temaram, penuh konflik yang dalam, juga dibangun lewat serangkaian kisah pahit dan getir yang bahkan beberapa kali cenderung mengerikan bila benar terjadi di dunia nyata. 
Kalau diibaratkan karakter DCU, Gundala, yang nama sehari-harinya adalah Sancaka (diperankan Abimana), sangat mirip Batman dari pengisahan tokoh keluarga yang mati tragis dan ditinggalkan sejak belia. Hanya saja, Batman besar menjadi superhero kaya, sedangkan Gundala ini miskin sejadi-jadinya. Pengisahan latar tempat cerita juga terasa sangat dekat dengan gambaran pabrik-pabrik tua dan area pembangkitan, yang menurut saya mirip seperti kawasan Cilegon, Kota Tua Jakarta, dan Bekasi digabungkan sekaligus. Latar waktu juga menunjukkan medio sekitar 80-an dengan banyak hal antik yang disajikan sepanjang cerita. It’s bloody dark, yang mana membuat saya makin tertarik karena terkesan realis (tokoh akrab dengan penderitaan) juga sekaligus surealis (kepahlawanan yang ‘turun dari langit’).
Saking dark-nya, yang saya sadari setelah menonton adalah Gundala ternyata tidak memiliki opening theme ala superhero yang membangkitkan gairah, misalnya seperti opening theme Pacific Rim. Bahkan, ketika Sancaka membuat dan memakai kostum Gundala pun tidak ada musik kepahlawanan yang mendukung. Ada sih musik di credit title-nya tetapi tidak membuat saya ngeh kalau itu bernuansa superhero. Beberapa jokes di dalam film lumayan membantu mencairkan suasana, tetapi karena kurang dieksplornya konflik asmara antara Sancaka dan Wulan (diperankan Tara Basro) membuatnya ceritanya jadi flat dan membuat Sancaka terkesan seperti lelaki kaku, misterius, dan minim emosi. 
Tetapi kesan dari sisi akting, koreografi, dan CGI sungguh bisa diacungi jempol. Kalau menonton di bioskop akan sangat terasa feeling-nya. Beberapa pemilihan latar tempat dan suasana juga bisa dikatakan sangat klasik, membangun citra eksentrik yang rasanya pernah kita kenal. Mungkin beberapa plot hole sempat membuat bingung, misalnya muncul pertanyaan ‘kemana nih hilangnya ibu Sancaka? dia mati apa gimana?’ , atau ‘Loh kok muncul Pevita Pearce, anjir?’ yang saya baru tahu kalau dia jadi sosok Sri Asih yang mungkin nantinya jadi crossover dari series superhero selanjutnya.
Potongan cerita
Sancaka cilik hidup dari latar belakang keluarga buruh. Sang ayah, seorang komandan buruh yang begitu altruis serta sang ibu yang jadi ibu rumah tangga penyabar nan suportif sebenarnya bisa menjadi dasar pemagu moralitas yang bagus untuk Sancaka. Hanya saja, kehidupan mereka terlalu mengerikan untuk sekadar dihayati. Sang ayah mati ditusuk pisau dalam demo buruh demi memperjuangkan hak serikatnya, sedangkan sang ibu pergi terdesak dan tak kembali, sehingga membiarkan Sancaka harus hidup luntang-lantung sendiri dari kecil hingga dewasa.
Alur film ini bisa dikatakan mayoritas beralur maju, dengan hanya beberapa plot yang mundur. Sebelum Sancaka siap dianugerahi kekuatan, maka ia dilatih dulu oleh Awang (yang nantinya jadi hero bernama Godam). Secara keilmuan dan beladiri, Sancaka cilik cukup mahir namun masih berkonflik dengan dirinya sendiri terkait apatisme. Sancaka dewasa akhirnya terdorong untuk membantu orang lain meskipun belum menyadari sifat kepahlawanan, hingga suatu waktu mulai tersambar petir dan menyadari bahwa kekuatan itu harus digunakannya untuk melawan kejahatan. Kisah ini mirip seperti karakter DCU yaitu The Arrow yang sikap kepahlawanannya muncul seiring membela yang lemah, digabungkan dengan The Flash yang kekuatan superhero-nya datang secara ‘gifted’ dari langit yang awalnya tak diinginkan namun jadi senjata pertahanan paling ampuh. 
Sisanya, alur maju seperti layaknya film superhero yang menumpas satu persatu villains-nya. Banyak diadegankan hubungan antara anggota legislatif dengan para mafioso yang diatur oleh Pengkor, si villain utama. Dalam rangkaian cerita yang panjang, banyak konflik sosial-politik yang secara keras divisualisasikan, seperti oknum serikat buruh yang menjadi penjilat kekuasaan, jurang kemiskinan yang parah dan menganga, premanisme dimana-mana, juga anggota legislatif ‘kerah putih’ yang kerap diintimidasi oleh mafia. Rasanya, mirip benar dengan yang terjadi di Indonesia, kan? Adapun klimaksnya disini adalah perjuangan rakyat kecil yang dipromotori Gundala, sehingga mendapat atensi dari legislatif ‘kerah putih’ yang mencoba membantu lewat kekuasaan. 
Akhiran
Sebagaimana cerita superhero, plot kisah dibangun dari perspektif ‘Anti-Tuhan’, dimana kisah pahit getirnya penderitaan tidak dinaungkan pada Sang Pencipta, alih-alih malah pada sosok pahlawan yang kekuatannya turun dari langit. Tetapi, moral utamanya adalah kebenaran itu ada, walaupun tersembunyi. Pun meski kebenaran tersembunyi, maka nantinya ia akan datang dan akhirnya menang. 
Gundala, adalah epos metakritik yang membuat kita jadi berpikir lebih kerasa dalam memahami moral ceritanya. Begitu banyak plot cerita yang membuat kebenaran dan kebiadaban seakan bercampur baur, yang menjadikan hidup terasa lebih ‘hidup’, juga itu akrab betul di sekitar kita. Gundala, yang memiliki jargon ‘negeri ini butuh patriot’, juga menjadi katarsis bahwa negara kita memang butuh pahlawan (atau sifat kepahlawanan) agar kebenaran dapat menang. Meski, di kesekian kali, dalam kepala manusia tetap ada dua kecenderungan yaitu baik dan buruk. Keburukan, adalah hal lain dari kebaikan yang tidak disuarakan dan diambil tindakan. Maka, sadarkah kita berada di posisi yang mana?
Rating film : 7.8/10
-miftahulfk
63 notes · View notes
yasmijn · 5 years ago
Text
Film Indo
Aku suka banget nonton film Indonesia di bioskop. Menjelang keberangkatan ke Belanda tahun 2018, aku nonton beberapa film Indonesia yang lumayan berkesan, baik secara positif maupun negatif. Nonton Ayat-Ayat Cinta 2 karena review epic Teppy yang bertabur meme dan asli kocak banget. Begitu selesai nonton langsung merasa super menyesal dan ya memang nggak pantas untuk ditonton. Paling sering menyempatkan waktu untuk nonton film horor, baik asing dan Indonesia. Pengabdi Setan tetap ter-epic so far, dan Kafir yang juga seru. Sedih karena masih ada beberapa judul film horor Indonesia lainnya yang nggak sempat kutonton karena sudah terlanjur pergi ke Belanda.
Juga nonton The Gift, film-nya Reza Rahadian dan Ayushita yang jujurrrr aku suka banget walaupun ujungnya agak naon karena ah masa sih bisa kayak gitu. Tapi secara keseluruhan filmnya bagus sekali dan emang aktingnya Reza sungguhlah sangat bagus jadi nggak heran dia main film melulu. Dua kali aku nonton film yang ada Ayushita-nya: Satu Hari Nanti dan The Gift, dan entah kenapa sih dia tuh selalu kayak yang celemotan dan ber-make up berat. Satu Hari Nanti adalah film yang tidak menjunjung nilai ketimuran dan dari awal mulai aja udah ada adegan-adegan semisyur. Plotnya juga apa banget. Tokoh-tokoh sok keren tapi dangkal dan nggak punya gambaran jelas tentang masa depan. Sungguh menyesal karena sudah termakan IG feed Ringgo yang begitu indah pas dia promosi Satu Hari Nanti.
Dan nggak lupa juga Marlina Sang Pembunuh dalam Empat Babak. Asli indah banget filmnya. Visual dan cerita. Sangat bisa dipercaya. Bisa membuatku merasakan empati dan rasa sedih dan kemarahan Marlina atas semua hal yang ia alami. Juga menikmati indahnya Sumba di layar lebar. LIMA, film yang dirilis di Hari Kesaktian Pancasila, juga adalah salah satu film yang sangat berkesan dan aku sukai. Plotnya sangat dekat dengan kehidupan keseharian kita sebagai manusia Indonesia yang sarat keberagaman. Dan juga tensi antar-ras dan favoritisme pribumi yang memang kurasa sudah tidak perlu lagi karena kita semua sama-sama orang Indonesia, kan?
Dilan 1990 juga, jujur aja, aku suka banget. Huhu. Sangat mengingatkan pada hari-hari SMA yang memang diisi dengan obrolan tidak penting yang waktu itu dirasakan lebih penting daripada apakah nanti bisa lolos SNMPTN tulis atau tidak. Begitu liat Dilan, langsung teringat mayoritas populasi SMA Negeri 2 Bandung dan yaampun apakah memang semua cowok Bandung di SMA negeri begitu adanya. Ya tapi gimana lagi memang aku suka banget sama semua buku dalam serial Dilan, dan kurang-lebih bisa membayangkan pahit-manisnya cinta monyet yang memang tidak berumur panjang dan tidak bisa dibawah jauh juga. Ah, SMA. 
Aduh, kayaknya aku juga nonton Eiffel I’m In Love 2 deh. Pas keluar juga sama, menyesal abis. Kayaknya tergoda untuk nonton juga karena baca reviewnya Teppy yang asli konyol banget plotnya. Sungguh tidak masuk akal bagi rakyat jelata. Oh, aku juga nonton Critical Eleven dan Twivortiare yang jujur memang plotnya cukup halu dan plis deh adegan-adegan di New York itu sungguh lah terlalu panjang dan bisa dipadatkan aja. 
Ya inti dari postingan ini adalah aku rindu nonton film Indonesia di bioskop karena nggak semuanya akan muncul di Dutafilm. Tapi paling tidak aku udah nonton Dua Garis Biru yang menurutku, jujur, bagus banget. Film yang bikin nangis di beberapa adegan, dan juga dialog-dialog yang jujur dan sangat mungkin dikatakan. Kontrasnya kehidupan Bima-Dara, kenaifan mereka berdua, keputusan-keputusan berat, dan juga masa depan yang jadi tidak jelas juntrungannya. 
Sampe titik ini masih penasaran banget mau nonton Antologi Rasa walaupun kalau baca review yang seliweran di linimasa, katanya akting Carissa Perusset seadanya banget dan terlalu datar. Tapi tetep penasaran, plis. Dulu bisa nyari CD/DVD Indonesia di Disc Tarra atau Aquarius, terus kalau sekarang harus cari dimana, dong?
4 notes · View notes
yehezkiel07 · 5 years ago
Text
Tumblr media
Judul Film : SuckSeed (Huay Khan Thep)
Country : Thailand
Rilis : Thailand 17 Maret 2011
RIlis : Indonesia 20 April 2011
Director : Chayanop Boonprakob
Writer : Chayanop Boonprakob,Thodsapon Thiptinnakorn
Produser : Jira Maligool, Chenchonnanee,
Soonthonsaratul, Suwimol Techasupinan, Wanruedee Pengsittis
Stars : Jirayu La-ongmanee, Pachara Chirathivat and Nattasha Nauljam
Musik : Genie Records
Sinematografi : Naruphol Chokkhanaphitak
Perusahaan produksi : GTH
Genres : Komedi/Romance
Durasi : 120
Nama² Pemeran Film Suck Seed :
Jirayu La-ongmanee sebagai Ped
Pachara Chirathivat sebagai Koong
Nattasha Nauljam sebagai Ern
Thawat Pornrattanaprasert sebagai Ex
Napat Chokejindachai sebagai Tuang
Gunn Junhavat sebagai Tem Impact
Touchchavit Kunkrachang sebagai Dome Thunder
Aungwara Mongkhonsamai sebagai Som
Tossaporn Chertkeitkong sebagai Raj Chamang
Tonhon Tantivejakul sebagai Ped kecil
Tanat Palakul sebagai Koong/ Kay kecil
Warinthorn Makhornsirisri sebagai Ern kecil
Parnphirat Phadungcharoen sebagai Tuang kecil
Profil Pemain :
Jirayu La-Ongmanee, (Ped)
Tumblr media
Nama Panggilan : Kao
TTL : Thailand, 29 Oktober 1995
Hobby : Bermain gitarTinggi Badan : 178 cm
Pendidikan : Amatyakul School, Bangkok
Twitter : @kkankao / kaojirayu9
Film
2011 Suckseed
2011 Love Julinsee
2009 Phobia 2
2008 BitterSweet BoydPod The Short Film
2007 The Love of Siam
2007 The Legend of Naresuan : part 2
2007 The Legend of Naresuan : Hostage of Hongsawad
Nattasha Nauljam (Ern)
Tumblr media
Nama Panggilan : Nat
TTL : Thailand, 16 September 1992
Bakat : Akting, menyanyi, bermain gitar, menari tarian tradisional Thailand
Pendidikan : Sarjana teknologi Komputer
Twitter : @nat_nattasha
Karir : Pattaya, Thailand
Tinggi Badan    : 1.66 m
Nattasha Nauljam atau yang lebih akrab disapa dengan nama Nat saja mungkin sudah tidak asing lagi bagi sebagian pembaca, khususnya bagi para pencinta film-film thailand. Ya, hal tersebut karena Nattasha sendiri adalah salah satu aktris cantik asal Thailand yang tenar lewat film Suckseed. Selain jago akting, wanita yang masih berusia 21 tahun ini juga jago dalam main gitar, nah berikut adalah profil dan Biodata lengkap Nattasha Nauljam.
Warna Favorit  : Putih dan Kuning
Binatang Favorit : Kucing dan Anjing
Pachara Chiratvat (Koong)
Tumblr media
Nama: Pachara Chirathivat.
Panggilan: Peach, Pachara.
Lahir: 10 Mei 1993.
Hobi: Main gitar, sepak bola.
Follow him on Twitter: @ peach_pachara.
Bakat: Bermain gitar.
Pendidikan: Fakultas Perdagangan dan Akuntansi,
Interests: musik, sepak bola, seni.
Manajemen BisnisInternasional (BBA), Universitas Chulalongkorn.Favourite artist: Blur, The White Stripes, Muse, The Kills, Nirvana, Sonic Youth,Suede
Thawat Pornrattanaprasert (Ex)
Tumblr media
Nama Panggilan : Earth
TTL :Thailand, 8 Januari 1994
Pendidikan : Pittayakorn Pottisan
Artis Favorit : Bodyslam
Bakat : drum, gitar
Twitter : @earthreacorg
Cowok yang hobi banget pake baju lengan buntung dan berposisi sebagai drummer dalam band yang ia bentuk bersama teman temannya. Ya, dia adalah Ex yang kerap bergaya nyentrik dan kocak sukses membuat penonton terhibur. Sekarang Ex yang bernama asli Thawat ini sudah berusia 24 tahun sedang sibuk dengan hobi barunya yaitu menjadi seorang disk jockey alias DJ.
Sinopsis :
Ped adalah kutu buku di SD yang tidak memiliki minat musik. Sejak teman sekelasnya Ern berbagi kecintaannya pada musik dengannya, Ped jadi menyukai Ern. Tapi orang tua Ern membawanya pergi ke Bangkok membuat mereka berdua terpisah. Sampai suatu hari mereka berdua bertemu lagi di SMA. Di sekolah, Ern adalah jagoan gitar yang digila-gilai sementara Ped masih seorang kutu buku. Mereka berencana untuk membentuk band rock bersama teman dekat mereka dengan harapan mendapatkan gadis-gadis popular. Masalahnya mereka harus terus menerus gagal sebelum sukses.
Review :
Ceritanya mengenai kisah seorang pemuda yang bernama Ped yang sejak kecil udah jatuh cinta ama Ern, tapi gak pernah berani buat mengungkapin hal itu, sampai akhirnya takdir mempertemukan mereka kembali sewaktu SMA, dan disana berkat inisiatif Kong yang akhirnya juga diketahui Ped menyukai Ern mereka membentuk Band bersama Ex untuk menarik perhatian Ern. Tetapi tujuan pembuatan band itu berubah ketika Kong di tolak Ern, dan dari sanalah petualangan band mereka yang bernama Suck Seed dimulai, mereka bukan lagi mengejar Ern tetapi mereka fokus untuk mengejar Popularitas (Thanks you To Bodyslam band.. hahaha...).
Singkat kata mereka berhasil memasuki Kontes Kejuaraan Band tingkat SMA, tetapi konflik terjadi ketika akhirnya Kong mengetahui Ped udah pacaran dengan Ern tanpa memberi tahu dia, dan mengacaukan pertunjukkan mereka. Pertunjukkan berakhir, Band terpaksa bubar karena keegoisan Kong, dan hubungan Ern dan Ped terpaksa bubar juga karena tidak enak dengan Kong. Epilog dimulai ketika beberapa tahun telah berlalu dan di adakannya reuni sekolah yang mempertemukan mereka bersama kembali. Ern yang terlanjur sukses dengan Arena Band ternyata masih memiliki rasa yang sama dengan Ped (walaupun tidak jelas juga mereka akhirnya balikan atau hanya sebagai teman saja), dan Ped akhirnya berinisiatif untuk baikkan dengan Kong dan dari titik itulah Suck Seed Band yang sudah lama tertidur akhirnya kembali bangkit dengan cara yang mengharukan.
Angle dan Shot :
(medium close up)
Shot yang menampilkan sebatas dada sampai atas kepala.
Tumblr media
(Total shot)
Shot menampilkan seluruh obyek.
Tumblr media
(Exream close up)
Shot yang menampilkan detail obyek misal mata dan hidung atau telinga.
Tumblr media
(Knaee shot)
Pengambilan gambar yang fokus pada area dari kepala sampai lutut obyek tertangkap
Tumblr media
1 note · View note
talkofnothing · 6 years ago
Photo
Tumblr media
[REVIEW FILM] Ave Maryam – Kisah Cinta Pelayan Tuhan.
Sinopsis: Bersetting di Semarang tahun 1998. Maryam seorang biarawati atau suster Katholik, bertugas sebagai perawat biarawati atau suster lansia. Selain melakukan tugas pelayanan gereja, sehari-hari dia bertugas untuk memasak makanan, mencuci pakaian, memandikan suster lansia, menemani suster-suster lansia ini beraktifitas, dan mengurusi mereka saat sakit. Hingga akhirnya datanglah seorang romo bernama Yosef dengan perawakan menarik dan keahlian dalam bidang musik. Romo Yosef yang menunjukan ketertarikan, disambut baik oleh Suster Maryam. Hubungan terlarang mereka berdua menjadi dilema dan perang batin mendalam terutama bagi Suster Maryam.
Director: Robby Ertanto
Writer: Robby Ertanto
Cast: Maudy Kusnaedi (Suster Maryam), Chicco Jerikho (Pastur Yosef), Tutie Kirana (Suster Moniq), Olga Lydia (Suster Mila), Joko Anwar (Pastur Martin), Etc.
Published: 11 April 2019
Duration: 01h 13min
Rating: 8.5/10
***
SPOILER ALERT!!!
Saya personal sempat terlibat dalam sebuah komunitas keagamaan yang cukup kuat. Sebagai anggota komunitas, menjaga kekudusan menjadi lebih krusial karena ada banyak “teman” yang turut mengawasi. Komitmen akan panggilan Tuhan terus ditanamkan. Yang menjadikannya lebih berat lagi adalah cara hidup yang diarahkan untuk sedikit “melipir” dari cara hidup dunia pada umumnya.
Dalam kondisi ini, saya merasa cukup tertekan. Hingga akhirnya saya mundur, kembali ke cara hidup yang umum-umum saja. Menjadi manusia beragama yang biasa-biasa saja, tidak terlalu relijius. Terkesan pengecut memang, tapi ya bagimana, hasrat kedagingan jauh lebih kuat.
Menjalankan dan menghidupi panggilan Tuhan memang banyak tantangan yang kerap kali menekan. Sebenarnya tantangan ini ada untuk memurnikan panggilan, tapi kembali lagi, manusia tetaplah manusia. Mau menjaga kekudusan seperti apapun bentuk usahanya, kedagingan masih ada dan hasratnya bisa memberontak untuk dilepaskan kapan saja.
Apalagi Mereka yang terpanggil pada panggilan yang lebih kompleks, selain tanggung jawab yang lebih berat, tantangan dan tekanannya tentu saja akan lebih berat lagi. Kalo tidak kuat menyangkal diri ya bakal tumbang.
Film Ave Maryam berhasil menyampaikan penggambaran yang pas mengenai masalah ini. Dalam agama Katolik, sosok suster dan pastor merupakan sosok pemuka agama yang dianggap suci. Mereka mengambil komitmen untuk melayani Tuhan sepenuhnya, mengucap kaul kekal untuk hidup selibat atau tidak menikah.
Mengacu pada hal tersebut, kisah cinta yang terjadi antara suster dan romo menjadi terlarang. Kisah cinta Suster Maryam dan Romo Yosef menunjukan bahwa sosok yang dianggap suci sekalipun, benteng pertahanan imannya bisa runtuh dan mengingkari komitmen awal mereka.
Ide cerita film ini cukup unik. Film ini berhasil menangkap sisi lain dari kehidupan bergama yang selama ini sama-sama kita ketahui bahwa film religi Indonesia lebih banyak mengambil cerita dari sudut pandang agama Islam. Hadirnya film religi yang mengambil sudut pandang dari agama Katolik, menjadi pembeda yang membuatnya menarik.
Tapi sifat “beda” dan “unik” ini tidak akan ada nilainya jika eksekusinya biasa-biasa saja. Script film ini dibuat dengan cukup baik. Premis cerita yang unik tadi berhasil dituangkan dalam sebuah cerita utuh yang bernilai. Cerita yang mengambil latar agama pun tidak kemudian digunakan sebagai tendensi untuk menggurui. Arah berjalannya cerita terasa lebih manusiawi.
Hubungan percintaan Suster Maryam dan Romo Yosef ditampilkan sebagai contoh nyata bahwa manusia dengan gelar atau status―yang dimata masyarakat dianggap―suci sekalipun, bisa jatuh pada dosa. Kisah mereka berdua diceritakan dengan pas. Kita bisa melihat gejolak perasaan cinta orang dewasa. Menggebu, tapi sedikit akward dan agak kaku. Mengingat status mereka sebagai Suster dan Romo, hal itu menjadi terasa cukup masuk akal.
Perjalanan romansa mereka juga tidak ditampilkan terlalu lebay. Penonton diajak untuk melihat usaha mereka berdua bertemu dengan curi-curi waktu, kemudian saat mereka bertemu, hanya ada interaksi dengan gerak tubuh tanpa dialog. Disatu sisi hal ini menjadi tampak indah, tapi di sisi lain, ada penonton yang jadi kurang simpatik dan terikat dengan hubungan romansa mereka.
Ada satu scene yang merekam momen romansa mereka dengan sangat indah, yaitu saat scene mereka makan malam di cafe. Mereka berdua duduk di satu meja, menyantap makanan masing-masing sambil saling memandang. Tak ada kata-kata yang terlontar dari mulut mereka, tapi film yang diputar di cafe tersebut seolah mewakilkan percakapan mereka berdua.
Ada hal yang saya rasa cukup mengganjal. Latar belakang munculnya perasaan Romo Yosef pada Suster Maryam terkesan terlalu tiba-tiba. Klimaks dari hubungan mereka juga terasa kurang kuat presentasinya (kabarnya karena masalah sensor). Esensi tindakan dosa yang membuat Suster Maryam begitu terpukul seakan dilenyapkan. Padahal hal itu sangat dibutuhkan untuk mengikat simpati penonton pada penyesalan Suster Maryam.
Membahas masalah latar belakang cerita, latar belakang cerita dari Suster Moniq juga terasa kurang kuat. Hanya dijelaskan informasi basic saja. Seolah kisah Suster Moniq hanya menjadi tempelan. Padahal seharusnya Suster Moniq bisa lebih melebur dalam alur cerita utama.
Jika ceritanya dibuild up lebih panjang, dengan menguatkan latar belakang dan juga motivasi karakter, mungkin film ini akan lebih sempurna lagi.
Film ini dipresentasikan dengan cara yang sunyi. Film ini sangat minim dialog. Robby Ertanto selaku sutradara dan penulis script banyak menggunakan elemen gambar untuk bercerita. Selain itu, banyak juga ditunjukan simbol dan dialog penuh metafora (walaupun kadang terasa agak kaku). Hal inilah yang membuat film ini nuansanya sangat puitis. Bagi beberapa orang mungkin terkesan boring, tapi saya cukup menikmati, bahkan merasa bahwa ini jadi bagian dari keindahan film ini.
Penampakan film ini juga sangat cantik. Penonton benar-benar dikenyangkan dengan banyaknya gambar yang cantik. Tone warnanya kalem, sangat pas merepresentasikan setting waktunya. Sinematografinya juga on point. Kamera tidak melulu bergerak, bahkan kamera banyak mengambil gambar dalam posisi diam. Karena eksekusinya tepat, semuanya menjadi terasa pas dan berhasil menguatkan mood film. Hal ini bisa tercapai dari racikan tangan dingin Ical Tanjung sebagai DOP.
Aktor-aktor di film ini juga menunjukan performa terbaik, terutama Maudy Kusnaedi. Akting Maudy Kusnaedi sangat memukau. Dalam setiap momen, baik saat Suster Maryam merasa bingung, galau, kecewa, dan merasa berdosa, gerak-gerik tubuh dan mimik mukanya berhasil terpresentasi dengan baik. Bagi sebuah film yang minim dialog, hal ini menjadi sangatlah krusial, dan penampilan akting Maudy Kusnaedi sangatlah berhasil.
Ave Maryam dengan cara yang indah berhasil menegur kita semua para pemeluk agama untuk tidak menyangsikan elemen manusiawi dalam setiap insan. Semua manusia masih memiliki kedagingan, dalam status suci apapun itu, dosa masih berpotensi untuk bergejolak.
Dengan menjadi manusia yang percaya Tuhan dan beragama, beribadah adalah sebuah bentuk penyangkalan diri sendiri seumur hidup. Membanggakan bentuk ibadah pribadi dan merasa superior dibanding orang lain adalah suatu kekonyolan. Apalagi jika sampai menghakimi orang lain karena ketidaksempurnaan ibadahnya.
Melalui sosok Suster Maryam kita diajak melihat potret manusia dalam diri kita. Menjaga komitmen dalam iman adalah usaha berat yang tak bisa kita usahakan sendiri. Mampu menjaga iman bukan berasal dari perjuangan kita sendiri. Jika berjuang sendiri, iman kita bisa dengan mudah koyak. Melalui doa Suster Maryam, kita belajar memahami posisi diri sebagai manusia, bahwa kekuatan menjaga iman bukan berasal dari diri sendiri, tapi dari Tuhan. (njhoo)
1 note · View note
mywhocaresanyway · 6 years ago
Text
8 Alasan Kenapa Harus Nonton Aruna dan Lidahnya
Sebenernya udah dari kapan tau mau nulis soal ini.  Tapi, ketunda-tunda aja terus hidupnya.  Maklum, hasrat berselancar di dunia maya terhambat ketersediaan wiFi yang memadai.  Jadilah, hanya di kantor hamba dapat melampiaskan hasrat tersebut.
Langsung aja, tanpa banyak basa-basi-busuk inilah 8 alasan kenapa kalian mesti banget nonton film Aruna dan Lidahnya, versi gue
Setelah penonton (standar) Indonesia digas terus dengan film-film horor, baik yang beneran bermutu dan bikin ke kamar mandi aja sampe nelfon penghuni kamar kosan sebelah buat ditemenin, sampe yang bikin kita nyesel hingga 3 generasi telah menyaksikan film tersebut, ada banget nih sebuah film yang dari judulnya aja (mestinya) udah bikin kita kepo film ini mau nyeritain apa.  Dan tenang aja, ini film emang menyasar dewasa muda.  Jadi, lu gak akan nemuin adegan geng cewek cantik dgn seragam sekolah yang sangat ketat macem aturan agama, dan make up yg tetap bertahan meski udah seharian di sekolah.  Intinya, ini film adalah secercah oksigen yang bikin kita, para penonton standar Indonesia, bisa menghela napas.
Masih terkait sama poin di nomor 1, ini film nyeritain hidup yang dijalanin sekelompok dewasa muda di Jakarta nowadays, ketika pilihan karir udah gak lagi terbatas kerja kantoran yg formal, jadi admin, atau segala hal standar yang terlihat aman-aman aja itu.  Ada yang gawe di LSM dengan kantor yang “dinamis”, dihalalkan pakai jins dan kaos, terus ada yang jadi chef, dan ada yang jadi penulis.  Di luar itu semua, ini film relatable banget sama kita-kita yang ada di usia itu dan sadar/gak sadar lagi bikin wave dinamika yang emang sesuai dengan greget zaman kita bertumbuh dewasa.
Aktor dan aktrisnya YA UDAH LAH, YAAAAA.... Please jangan nambah-nambahin perkara dengan memusingkan apakah Mbak Dian Sastro masih sangat Cinta, dan Mas NicSap masih ke-Rangga-Rangga-an.  Itu semua adanya di otak lu-lu  yang mungkin kekurangan point of view ketika mau bahas film ini dan kejebak sama akting mereka di film-film sebelumnya.  Tapi, SUMPAH DEMI APA PUN, mereka berakting macem itu film dibuat spontan aja, tanpa script yang detil, karena alami dan ngalir banget, cuy.  Aslik.
Pengambilan gambar, sederhana, tapi artsy dalam takaran yang pas, bukan macem gambar FTV dan sinetron nowadays yang udah aja lah terang semua macem di SD negeri.  Mata lu dimanja, lah...
Dialognya keren abis, mengena, dan gak berlebihan.  Dan meskipun terselip suara hati Dian Sastro di beberapa adegan, tapi ya gak yang tiba-tiba ada adegan nangis palsu dengan make up tetap membahana (padahal udah disakiti like orang satu rumah), bermukena, duduk di atas sajadah di tengah ruangan, menengadahkan tangan, dan mulai berdoa dengan kalimat-kalimat standar dan penerangan remang dengan sok-sok aksen cahaya setitik, hanya satu, titik itu.
Film ini mengeksplorasi indahnya Indonesia dan segala tradisi kuliner aslinya yang perlu banget kita cicipi dan apresiasi, tentunya itu tadi, dengan takaran yang pas dan gak berlebihan.  Tapi, lu tetep bisa ngebayangin nikmatnya makanan-makanan eksotik kita itu seiring dengan review dari para pemeran di film tersebut. 
Kisah cinta di film ini juga ada, pemirsa.  Jangan bayangkan ini film tanpa selipan kisah cinta. Tapi, kisah cintanya tentu gak menye-menye, dan ini nih kekuatan film ini banget dari awal: RELATABLE.
Terakhir, sejujurnya gue bingung, kenapa penonton film ini gak segitu banyaknya macem penonton film-film hantu maupun drama-drama receh lainnya.  Filmnya yang ketinggian, kitanya yang udah kelewat stress jadi emang CUMA perlu dihibur aja tanpa ada added value lain, apa emang kitanya yang gak mau “naik kelas”?  Tapi, nonton deh film ini (kalo emang masih tayang).  Jangan asumtif dulu.  Tonton aja (kalo emang masih tayang 2).  Kalo lu gak dapet sesuatu di akhir film, gue cuma bisa bilang maaf lahir batin aja, ya, guys.
1 note · View note
raditata · 3 years ago
Video
youtube
Masih dalam rangka bucin Hospital Playlist, Lee Ikjun, Iksong, Jo Jung Seok jadilah lagu ini membawa gw ingin posting video lama dia di drama Oh My Ghost. seperti yang gw pernah tulis sebelumnya gw pernah bucin sama JJS neh sebenernya dari drama-drama dia sebelumnya. lupa sih kapan ya gw mulai suka sama dia tapi dulu pas tahun 2015 yang gw inget, gw ikut on going nonton drama ghost ini. jaman gw baru-barunya mulai download drakor, karena sebelumnya beli cd bajakan dipasar wkwk.  Sedikit review drama Oh My Ghost aja kali ya, ini drama paket komplit sih romcom ada bangett, ditambah horor setan dan sedikit pembunuhan itu. intinya gw dulu nonton ini karena jjs yang main dan belum tau park boyoung, eh ternyata emang sebagus itu juga dramanya + ini drama tentang masak-masak gitu. ngga tau kenapa gw ada keteratarikan khsus sama drama yang settingnya dapur (masak), sama medical gitu. drama ini sempet hits di jamannya karena jadi comebacknya park bo young setelah sekian lama, bahkan banyak negara yang akhirnya beli drama ini untuk tayang dinegaranya, termasuk indonesia sih kalo ngga salah.  atau dia kesini ada event lain ya, tau lah gw lupa intinya dia pernah kesini. Bahas Ikjun Appa lagi, kalo diliat-liat JJS ini kalo ambil project drama kayanya karakternya ngga jauh beda ya. Narsis, multi talent (nyanyi atau dance) terus kocak. pas di oh my ghost dia juga ada scene  nyanyi sambil main gitar mainin lagu ini. terus drama sebelumnya yang sama IU dia juga nyanyi juga. tapi kayanya karakternya itu emang ngga jauh sama karakter asilnya dia deh, karena itu mungkin para penulis drama jadi selalu kepikiran dia buat ngasih projectnya *sotoy*.pas di jealousy incarnate tapi kayanya dia ngga nyanyi ya. apalagi ya drama Ikjun Appa yang dulu. 
ya gw pikir sih karakternya ngga jauh beda tiap drama yang pernah dia peranin dan di drama hosplay ini jadi karaketer paket lengkapnya dia malah wkwk. pro dikerjaannya, cakep, essy going, jadi kaka, sobi sama rekan kerja yang baik pula. iya JJS ngga pernah aneh karakertnya kalo di drama, mungkin anehnya pas di film architecture 101 itu pun dia bukan main castnya. tapi apapaun itu gw suka sih wkwk *halah bucin*. walaupun kalo ngedrama karakternya ngga jauh beda dari drama yang lain tapi soal akting mah berkembang sih dari yang gw liat *halah sotoy*. Umur emang ngga bisa boong ya, makin kesini ada perubahan fisik yang terlihat, terus sekarang dia kan juga udah jadi bapack-bapack juga ya direal life udah keliatan juga kebapaaannya wkwk. apapaun itu gw masih tetep suka. penasaran ngga sih sama anaknya dia dan gummy? ibu bapaknya cakep dan punya suara bagus jadi penasaran sama anakanya. ngarep banget JJS gabung return superman nya KBS, masih ada ngga ya btw?. Oia gw selalu salfok sama alisnya Ikjun tiap nonton hosplay. Mua nya kok bagus banget si bentuk alisnya, gw kan jadi pengen juga bentuk alis kek gitu wkwk. biasanya Mua korea bagus-bagus kalo dandanin aktornya, tapi si ikjun alisnya keliatan banget kalo itu hasil bentukan wkwk. warnanya terlalu terang, tapi gw tetep suka sih liat ikjun cuma sering bikin salfok ke alis aja wkwk.
Gw sempet bilang, pernah mandek ngga nonton drama lagi untuk beberapa bulan bahkan tahunan deh kayanya. ilang rasa tertarik sama drakor karena aktor kesukaan gw dramanya kaga nongol-nongol, yang ada aktor baru atau dari idol yang gw ngga terlalu suka apalagi masih bocah wkwk terus juga romcom yang gitu gitu aja plotnya *iyalah mau gimana lagi*. kalo ada pun biasanya langsung hits gitu, dan udah keburu males nontonnnya. entah kenapa. Tapiiiiii sekarang-sekarang ini gw malah nonton drama lama yang gw suka. nonton ulang atau sekedar cari-cari penggalan videonya juga. eh ternyata rasa itu masih ada eaaaa wkwk iya gw yang dulu lebih suka genre romcom, jadi pas nonton ulang ikut senyum-senyum lagi walaupun adegannya cheesy banget wkwk tapi rasanya hati gw ke isi lagi wkwkwk apaansi. jadi kayanya gw bakal nonton ulang Oh My Ghost lagi deh nanti. sekarang ini gw lagi nonton ulang Pasta, mungkin abis ini Ghost ya. apalagi hosplay udah mau tamat kan huhu. sekian sambat tentang JJS dan vibes ngderama jaman dulu untuk mengobati kangen sama ikun yang nasibnya di badutin terus sama ShinLee. semoga segara ada titik terang di dua eps terakhir 💖
1 note · View note
miftahulfikri · 5 years ago
Text
Perempuan Tanah Jahanam (Sebuah Review)
Joko Anwar, back at it again! Saya sendiri sebenarnya nggak terlalu memasukkan film ini ke waiting list prioritas ; masih kenyang sama Pengabdi Setan dan Gundala kemarenan. Takut terlalu ‘manis’ karena ekspektasi makin tinggi kan, jatohnya. Entah karena tuntutan bisnis atau apa, karya Joko Anwar selalu jadi branding yang lagi di-push selama 2019. Mirip-mirip Reza Rahadian tahun lalu lah. Takutnya bikin bosen, ya itu awalnya. 
Kesan
Tapi sejauh ini, kebosanan itu belum terbukti. Saya pikir, kekuatannya ada di plot dan cerita yang membuat saya kembali terbawa arus. Semakin lama, saya jadi bisa akrab tone warna khas sentuhan Joko Anwar meskipun kali ini diceritakan dengan alur maju-mundur dengan kondisi aktual di masa kini, nggak seperti Pengabdi Setan dan Gundala yang memainkan set medio 1970-1980an.
Ya, magnetnya ada di Tara Basro. Setelah cuma jadi figuran di dua film Joko sebelumnya, kali ini dia dapat spot besar. Intinya, penonton bisa mengeksplor dan ‘menguliti’ Tara Basro dengan pupil mata yang lebih besar. Eksplisitnya, Tara Basro memang diberikan kesempatan untuk menunjukkan kecantikannya. Lekuk tubuhnya ketika adegan merokok di toilet, alamak jang. Kalau di amrik, pasti ini film labelnya R. Tapi implisitnya, Tara Basro memang mumpuni untuk menjadi sosok perempuan bertipe Rambo yang jadi protagonis disini. 
Kesan dari sisi akting, rapi sejauh dinikmati. Hanya saja, ya agak kurang sreg dengan pemilihan tokoh Ario Bayu (memerankan ki Saptadi) karena tidak terlalu tua untuk ukuran dalang. Yang sudah nonton pasti paham ada hubungan apa ki Saptadi dan Rahayu disana. Set tempat shootingnya eksotis dan sangat memikat mata, saya juga penasaran itu tempatnya dimana karena masih begitu asri. “Di Jawa masih ada yang seperti itu?” jawabannya mungkin masih. Apalagi di luar Jawa, ya kan? Tapi lagi-lagi, kisah misteri yang diangkat jadi topik film masih saja Jawa-sentris. 
Beberapa pilihan musiknya tidak se-jump scare film sebelumnya, tapi yang paling bikin merinding adalah musik gamelan yang diiringi sinden. Bikin ngeri karena sangat relate dengan alam bawah sadar khas Indonesia. Lama-lama, saya jadi berpikir apakah nanti musik gamelan perlahan diasosiasikan dengan musik horor ya, karena selain makin jarang didengarkan juga seringkali dikaitkan dengan hal mistis. Sisanya, pemilihan blocking sudah rapi. Satu ganjalan yang mampir di benak, yaitu perkenalan dosen Sastra Rusia dengan Rahayu dalam perjalanan di sebuah bus, itu maunya apa coba? Kenapa harus Rusia, ya kan?
Potongan Cerita
Memerankan diri sebagai Maya (bernama asli Rahayu), Tara Basro diceritakan sebagai perempuan sebatang kara yang hidup dengan pergulatan khas kota. Wingman-nya yaitu Dini (diperankan Marissa Anita) adalah protagonis kedua yang karakternya lebih skeptis. Intinya, mereka menangkap peluang harta warisan yang konon ada di sebuah desa, hasil peninggalan Ayah dan Ibu dari Rahayu yang tak dikenalnya sejak kecil. Mencari jejak, akhirnya mereka memutuskan kesana sambil mencari tahu asal usul keluarga Rahayu. 
Setelah ditelusuri, mereka menemukan banyak keanehan di desa itu yang konon terkena kutukan abadi. Ternyata, Rahayu sudah ‘ditunggu’ oleh penduduk desa itu agar kutukan itu dicabut. Alih-alih menyadari, Rahayu dan Dini justru salah fokus mencari jejak harta warisan keluarganya dan malah tinggal disitu. Beberapa malam pembantaian pun mulai menyusup di plot demi plot, dimana yang jadi korban justru bayi yang baru lahir. Kutukan itu adalah bayi yang lahir tanpa kulit, alias tampak seperti daging mengelupas. Tanpa sempat diberi nama, bayi itu ditewaskan oleh kepala desa yaitu ki Saptadi.
Malam pembantaian pun terjadi, dimana tokoh demi tokoh mulai muncul dan memberi banyak penjelasan atas crack cerita yang ada. Dini yang dikira sebagai Rahayu, dibantai hidup-hidup dengan adegan kekerasan yang bikin bergidik. Sepanjang cerita, yang terbunuh dan mati pasti tak pernah dengan cara biasa. Darah, senjata tajam, dan hal eksplisit lainnya dibiarkan menari-nari di kepala saya sebagai penonton. Pantas bila film ini diberikan genre sebagai thriller atau psychological horror. Semakin kesana, Rahayu mulai sadar dan perlahan menuntaskan dosa masa lalu keluarganya dan berusaha memutuskan kutukan. 
Menariknya, ada beberapa adegan yang membuat kita jadi bersorak ‘oalaah, anjir, gitu toh!!!’ karena tak terbayang dari awal. Tokoh penting muncul justru di tengah-tengah sehingga kita merasakan tegangnya cerita ibarat masuk ke rumah hantu ; balik badan malu, maju terus tak mampu. Agak rumit ketika dijelaskan, tetapi ya begitulah keandalan penulis cerita. Tapi satu hal, Rahayu sebagai protagonis pasti tak mati. Tidak dijelaskan juga, setelah ia selamat dan pergi, ia menjadi apa dan siapa. Lucunya, adegan penutupnya bukanlah kisah happy ending, melainkan munculnya kutukan baru yang jenisnya beda lagi. Hadehh...
Akhiran
Sebagai film horor, ini tidak membuat jantung saya banyak terpompa. Justru, beberapa jalan cerita yang bak air tenang membuat saya takut ‘tenggelam’ karena horornya muncul ketika kita tak dapat mengantisipasinya. Permainan kamera khas jump scare yang khas muncul ketika setan bakal datang, ternyata cuma jadi ‘gocekan’ yang membawa kita pada scene kejutan yang sulit ditebak. 
Dari sisi cerita, saya mendapat moral bagus dari sana. Kesemuanya dapat saya simpulkan ketika film selesai dan keluar dari bioskop. Entah kenapa, mudah saja.
‘Jangan sembarangan kenthu.’
 Sebab yang sudah menonton film ini, pasti mengerti muara dari segala muara permasalahan kutukan yang ada. Meskipun ada sedikit adegan seksnya, di blur pula, itu justru jadi puzzle penjelas dari rangkaian cerita. Yang nggak cuma tenggelam dalam horornya, mesti mengambil esensi dari cerita ini. Menarik juga karena dibalut juga dengan nilai budaya lokal yang terjadi pada saat itu, hingga kita bisa memahami apa yang terjadi sebagai latar belakang cerita. 
Overall, film ini quite good lah untuk teman malam mingguan. 
Rating: 8/10
Originally written by @miftahulfikri / miftahulfk
20 notes · View notes
fmimah · 5 years ago
Text
Happy Old Year (2019) : An Amateur Review
Tumblr media
Hiya 
Udah lama gak nonton film karena keseruan rutinitas yang bikin mikir kalo sayang bgt waktu diabisin buat nonton film. asik. wkwk. bentar jgn kesel dulu. 
Jadi, setelah kurang lebih 20 tahun jadi penikmat film dan buku, akhirnya w merasa kalau baca buku jauh lebih efektif dibanding nonton. Sesimpel karena di film banyak adegan lihat2an yg ngabisin waktu ga kurang dari 15 detik atau adegan nuang aer, kipas muter, lampu kedip, burung lewat, jendela ketiup angin dan lain lain yang “pliss skip, w udh ngantuk tp kepo”. Sebenernya gimmick kaya gitu keren. unsur aestethic yg pasti dibuat dg a lot of consideration and effort. w anaknya gitu emg kadang gasabaran.
Kemudian masuklah corona ke Indonesia, hingga mengharuskan kita hepi hepi tapi plis #dirumahaja. Kebukti kan segala sesuatu yg berlebihan tu gabaik, termasuk libur berlebih begini. bosenin, kangen maen, ingin produktip. dll. Hehe maap, maklum manusia gaada puasnya memang.
Intinya adalah akhirnya w bingung harus menghabiskan waktu dg apalagi kalo bukan movie-marathon. yaudah gausah cerita lagi. langsung aja
Okay here’s the review
Hal pertama yg mau w mention adalah di film ini ada Sunny wkwk. Awalnya juga w pencet di netflix karena melihat sekelibat wajahnya. Singkat cerita Sunny ini slalu berhasil bikin film jadi seru. misal filmnya ga seru, seenggaknya liatin doinya seru. Tapi dari sudut pandang w yang bukan siapa siapa ini Sunny slalu bisa ninggalin kesan buat penonton. Kalo baperin lawan mainnya yang nonton dijamin ikut baper, kalo ngelawak dan lagi akting konyol dapet bgt, aneh padahal ganteng. Trus kalau aktingnya lg serius cocok aja. Hilang semua kekonyolan dan gimmick2 yg sebelumnya. dah segini aja ttg doi, kalo kebanyakan nanti orangnya gr.
Sebenernya w saranin supaya  nonton aja filmnya, karena seru dan banyak valuenya. gausah baca review ini, nanti spoiler. 
Film ini mainly cerita ttg gimana setiap hal punya cerita. Konsepnya mirip sama ajaran guru ngaji tentang di hari perhitungan nanti semua barang kita bakalan di hisab dan meminta pertanggung jawaban ke empunya. “Kenapa kamu punya banyak baju tapi cuma numpuk di lemari sedangkan di luar sana banyak yg batinya berantem dulu karena harus milih antara beli baju baru atau beli beras”
Si Jean, tokoh utama perempuan disini diceritain sbg org yang simpel, terlihat cuek dan dalam proses menjalani hidup minimalis. Aokbab cantik, cantiknya sederhana. W suka film2 yang kameranya gak kamera jahat. w suka lihat pori2 gede di wajah artis, jerawat, keriput, biang keringet. Bikin filmnya terasa lebih real. Dan mungkin bisa bikin org2 less insecure karena gak missleading ttg konsep beauty. 
Salah satu alesan kenapa org2 komunikasi visual Thailand itu juara buat w karena mereka lebih Value-ing pesan yg mo disampein dibandingin sm visual tokohnya sendiri. Menurut w ads2 dan film2 thailand selalu berkesan, meskipun banyak yg w gak relate tapi w merasa mudah buat berempati. 
Jean di film ini awalnya bisa dg mudah move on, dari kado2 usang sobatnya, dari mantan yg dia tinggalin gapake pamit grgr kudu ldr, dari ayahnya yg tega bgt ninggalin keluarga kecil mereka dan dari semua hal hal yang cuma bakalan menuh menuhin rumah atau mungkin hati dan pikirannya padahal udh kehilangan fungsinya. Selama jadi pihak yg membuang / moved on, Jean gapernah merasa guilty2 amat, toh memang semua yg berlalu tlah menjadi kenangan.
Sampe suatu hari dia di posisi yg dibuang.  doi mulai agak berubah dan mencoba make up to her guilty feeling yang tiba tiba dateng dan gak kebendung. Disini dah tu dia ketemu lagi sama temen temen lamanya, dan sama Sunny yang adalah mantan doi. yang Jean tinggalin gapake pamit, yang Jean block dan unfriend padahal seganteng itu wkwk. yang udah 3 tahun lost contact dan skrg ada di depan matanya. dan yang ternyata kayanya udh move on karena udh ada cewe lain di rumahnya. Jean minta maaf, si Sunny maafin. mereka cool dan beberapa kali meet up. bertiga. sm pacar Sunny
Ketika Jean kira guiltynya udah lunas dg permintaan maapnya, oh ternyata tidak. Ternyata banyak bgt hal yg terjadi sama Sunny selama Jean gaada. Meskipun Sunny frustasi bgt karena Jean adalah satu satunya yg masuk pikiran Sunny di momen momen terang dan gelapnya, Jean gak pernah hadir dan Sunny gak pernah move on. Dan sama seperti Sunny yang sempet rapuh karena ditinggalin Jean, Sunny mau Jean ikut rapuh dg bayang bayang guiltynya.
Jean yg udh mulai berubah tadi kayanya balik lagi ke Jean dingin yg berprinsip bahwa everything’s easier sebagai pihak yg move on, pihak yg membuang. Endingnya agak gantung sih tp ya okelah. kita bayangin aja ending2 yang kita penginin.
w emang gak gitu pinter cerita dan bingung mau nyeritain resolusi dari endingnya wkwk. yaudah nonton sendiri ya. ehe
Makasi buat yg masih stay with me.
Salam Manis,
Mimah
0 notes